Pagi hari itu adalah ‘Neraka Jahannam’
buatku.. Pasalnya sosok Head Master yang fenomenal itu cukup membuatku merasa
“ingin mati” Kata-katanya pagi itu cukup membuatku jadi taubat nasuha. Kalau
lelaki sedang marah itu garangnya seratus kali lipat dari buaya kelaparan,
itulah yang kurasakan.
Pagi itu adalah pagi yang mendung dilangit
Cijawura. Pukul 06:45 tepat kegiatan baris-beraris rutin dilaksanakan
dilapangan, kegiatan baris-berbaris selama 15 menit itu biasanya santri-santri
yang ditunjuk dituntut untuk khutbah singkat didepan seluruh santri, atau
‘bai’at santri’ biasa disebut juga ikrar, atau mufradat, jadi orang yang
didepan melafalkan kata-kata dalam bahasa arab, lalu semua santri diwajibkan
mengulaginya, .. Ah.. Selama ±3 tahun ini, entah berapa ratus kali aku
melakukan hal tersebut.
“Ah.. da kelas Sembilan mah, udah bebas
mereun, lagian di jadwal masuknya jam 07:00 jadi ngga usah baris ah.” Pikirku,
aku yakin kalau pikiranku tidak sepenuhnya salah… karena di jadwal jelas
terpampang bahwa jam sekolah itu pukul 07:00 pas. tapi… yasudah.
Lalu saat yang lain berbaris dilapangan …
aku dan sebagian teman2ku malah berlari memanjat tangga. Diam duduk malas di
kelas bersama teman-temanku yang juga malas. Santai. Seolah ini adalah dosa
yang termaafkan, berpikir bahwa ini adalah wajar dan, sangat santai… Tak lama
kemudian …
BRAK !!
Pintu neraka baru saja terbuka, dan Neraka
Jahannam baru saja dimulai, oh tidak.. jangan orang itu, oh tentu saja…
keberuntungan tidak dipihakku kali ini. Boss sekolahku datang dengan amarah
memuncak, sambil berteriak bahwa siapa yang tadi tidak ikut baris harus lari 5
keliling, dan itu adalah jarak yang cukup jauh, 1 putaran kira-kira ±30-50meter … Aku tak kuat mendengar marahnya, membuat
malu saja, aku lebih suka seluruh binatang berteriak kabur dari kebun binatang
dari pada itu. Sinting! Aku yang saat itu tidak sadar bahwa aku sedang datang
bulan, sontak aku dan seluruh isi kelas menghambur ke pintu. BUK! Sang kepala
sekolah membanting pintu dari dalam keluar, tepat mengenaiku, membentur kepala
sebelah kiriku, tepat mengenai telinga, sesakit-sakitnya aku tak begitu
mempedulikannya, yang penting aku harus lari sekencang-kencangnya, mecoba terus
menjauh dari teriakan maut itu, lalu aku dan yang lain melejit melewati koridor
yang licin, berlari turun tangga. Malu sekali rasanya kala kami diperhatikan
para junior kami saat kami berlari melewati lapangan, sebagai ‘Kakak Kelas Yang
Tak Memberi Contoh Baik’ atau ‘Kakak Kelas Langganan Hukuman’ Ah, just kill me
now ! …
Teriakannya, sepanjang jalan terus
mengiang-ngiang dikepalaku.. seakan wajahnya memutari kepalaku, bersama
telingaku yang panas, jika kusentuh bengkak rasanya. Ugh!
Aku dan yang yang lain berhasil sejauh ini,
menjauhi seorang yang begitu aku segani selama hidupku… kami pun sedikit lega,
aku mulai menarik nafas relax. Tapi oh siapa itu??? Ternyata dia mengejar dari
belakang dengan menggunakan motor. Sial! Dan dia tepat dibelakang kami bertiga.
Sedikit saja kami perlahan lari kami, dia terus menyuruh kami agar berlari
lebih cepat. Kaki kami bukanlah kaki kuda atau unta! Kami Cuma anak perempuan! Ah..
nyaliku tak sebesar Nabi Daud A.S melawan Jalut. Aku ingin sekali berkata
sekencang-kencangnya padanya bahwa aku sangat benci ini! Lebih dari apapun! Mau
taruh dimana wajahku? Sial.
Sepanjang jalan aku terus mengoceh tentang
ini, bahwa kakiku pegal, marah-marahnya yang seram, tentang segalanya yang
menyangkut semua ini aku lontarkan bersama perutku yang kram setelah 3 putaran,
ya.. aku belum sarapan.
Setelah 5 putaran kami bertiga masuk
kelas.. Dengan langkah yang gontai dan raut wajah lemas.. aku direngkuh oleh
temanku karena aku sangat lemas, oh aku sangat berterima kasih akan hal itu…
saat aku duduk dibangku, bersama hati yang terbakar, wajah memerah panas, perut
kram, juga keringat bercucuran deras… perutku seperti ada yang melilit,
meremas. Aku tak kuat.. ingin dipangkuan Bunda rasanya, tak sanggup aku duduk tegak
sekalipun, aku memejamkan mata sekuat-kuatnya.. kuharap saat ku membuka mata
aku berada dikamarku, dan ini
hanyalah mimpi… dan oh.. bodoh. Butiran-butiran air malah bermunculan dari
sudut mataku, sial.
Hahahahaha… memalukan, bukan? Terus mengeluh dan mengoceh itu ternyata tak
akan pernah menjadi penyelesaian masalah, yang ada syaitan malah terus
meniupkan api amarah dan membuat hati semakin panas membara. Setelah aku
merenungi semuanya, setelah aku terus menyalahkan sang kepala sekolah yang
super sekali itu, aku jadi sadar yang salah itu sebenarnya aku. Dan kurasa dia
itu benar, toh karena itu aku benar-benar kapok dan taubat nasuha. karna aku
pikir, sebenarnya untuk itulah dia melakukan itu. Tak akan pernah terlupakan!
Satu pelajaran beharga yang taakan pernah aku dapatkan “Jangan Pernah
Meremehkan Kesalahan Kecil, Maka Kau Sendiri Yang Akan Merasakan Akibat Yang
Lebih Besar”.. untuk kepala sekolahku yang sangat kusegani ; Aku sangat
berterima kasih untuk itu, terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar