vv Understand that failure is not the opposite of success .. But part of success.: Desember 2011

Rabu, 14 Desember 2011

Kisah Wafatnya Rasulullah


* ini, aku ngerangkum dari buku Muhammad Teladanku dari Sygma :)



Pada bulan kesepuluh Hijriyah dan diikuti sekitar seratus empat puluh kaum Muslimin yang datang dari seluruh penjuru Arabia untuk melakukan haji perpisahan atau haji yang terakhir kalinya bagi Rasulullah. Teman-teman, wahyu yang terakhir turun yaitu (Q.S. Al Maidah, 5 : 3) dengan turunnya ayat tsb artinya pada hari itu juga agama islam telah sempurna dan tidak akan turun wahyu lagi, yang menangis mendengar turunnya ayat tsb adalah Umar bin Khatab “bukankah ya Rasulullah, jika sesuatu telah mencapai titik kesempurnaan, maka yang datang adalah suatu kemunduran?” Tanya Umar, Rasulullah menjawab “Engkau benar, ya Umar”
Teman-teman, setelah turunnya ayat tersebut, Rasulullah masih hidup selama 81 hari ditengah para sahabatnya. Pada suatu malam, (hari itu adalah hari pertama Rasul sakit) Rasulullah tidak bisa tidur, akhirnya beliau pergi ke suatu tempat bersama  pembantunya Abu Muwayhiba, “aku mendapat perintah memintakan ampun untuk penghuni Baqi” kata Rasulullah. Ketika sampai, setelah meminta ampun, Rasulullah berkata “Abu Muwayhiba, aku telah diberi anak kunci isi di dunia ini serta kekekalan didalamya, lalu surga. Aku disuruh memilih ini atau bertemu dengan Allah lalu surga”. Hampir memohon, Abu Muwayhiba berkata “demi ayah bundaku, ambil sajalah kunci isi di dunia ini dan hidup kekal di dalamya, lalu surga”. “Tidak, aku memilih kembali menghadap Allah dan surga” pada hari-hari pertama Rasul sakit walau saat demam tinggi beliau teteap pergi ke masjid untuk memimpin shalat.
Pada saat telah dekat waktu wafat Rasulullah sekelompok sahabat berkumpul di rumah Bunda Aisyah, disinilah beliau melewatkan masa sakitnya sampai kelak beliau wafat. Beliau berwasiat “Hendaklah Ali memandikanku, Al Fadhal bin Abbas dan Usamah bin Zaid menuangkan air. Dan kemudian kafanilah dengan kain saya. Letakan jenazahku diatas tempat tidurku lalu bawalah saya keluar sejenak,maka awal yang memberi shalawat adalah  Allah Azza wa Jalla, lalu Jibril, Mikail, Israfil dan segenap malaikat”
Usamah bin Zaid mendengar Rasullulah sekit keras. Ketika itu ia sedang memimpin kaum Muslimin untuk mengusir kekuasaan Romawi, ia kembali ke Madinah hanya untuk menjenguk Rasulullah…
Rasulullah menyuruh Bilal untuk menyampaikan pada Abu Bakar untuk memimpin shalat menggantikan beliau karna kondisinya sudah tidak memungkinkan, saat Bunda Aisyah medengarnya dia berkata pada Rasulullah “Ya Rasulullah, Ayahku adalah orang yang lemah dan jika menggantikan engkau, sunnguh dia tidak akan mampu” pandangan  tajam Bunda Aisyah sudah mampu menangkap maksud jauh Rasulullah dengan meminta ayahnya menjadi imam, berarti Rasulullah sudah memberi isyarat bahwa Abu Bakarlah yang kelak memimpin kaum Muslimin setelah beliau.
Pada suatu hari Rasul dituntun sepupunya Fadhal bin Abbas ke masjid untuk melakukan shalat berjamaah terakhirnya, di Masjid, Abu Bakar sedang memimpin shalat subuh, melihat Rasulullah datang, kaum Muslimin yang sedang shalat saking gembiranya sampai tidak khusyuk dalam shalatnya. Abu Bakar merasakan gerakan mendadak pada para jamaah, maka dia mendapat kesimpulan bahwa Rasulullah datang, maka Abu Bakar mundur dari tempatnya untuk memberi tempat untuk Rasulullah menjadi imam, tapi Rasulullah mendorongnya kembali dan beliau shalat sebagai makmum. Beliau sangat senang melihat kaum Muslimin sudah memenuhi masjid dengan penuh semanagt beribadah. Setelah selesai shalat, para Kaum Muslimin beranggapan bahwa kondisi Rasul sudah pulih kembali, dan mereka tidak mengetahui bahwa hari itu adalah hari terakhir beliau. Sampai-sampai Usamah bin Zaid meminta izin untuk memberangkatkan pasukannya yang sempat tertunda, Abu Bakar juga mengunjungi salah seorang istrinya yang berada di Madinah dan semuanya kembali pada urusan masing-masing. Saat pulang, demam beliau semakin tinggi sampai beliau pingsan.
Hari itu tanggal 08 juni tahun 632 Masehi, hari itu Allah memerintahkan Izrail sang Malaikat Maut untuk mencabut roh Rasulullah “Turunlah engkau kepada kekasih-Ku dengan rupa yang sebagus-bagusnya dan bersikaplah lemah lembut kepadanya saat menngenggam rohnya. Apabila ia telah memberi izin kepada engkau, maka barulah engkau memasuki rumahnaya. Apabila tidak diizinkan, maka janganlah engkau masuk dan kembali sajalah!”. Saat itu Rasullulah sedang berbaring lemas di tengah ruangan dipangkuan Bunda Aisyah. Fathimahlah yang membukakan pintu, dan ia sangat terkejut mengetahui siapa yang datang pada saat itu.
“Seorang lelaki Arab memenggil Ayah. Telah aku katakan kepadanya bahwa Rasulullah repot dengan dirinya. Kemudian orang itu memanggil sekali lagi dan kuberi jawaban yang sama, tetapi dia memandangku. Maka, tegak meremanglah bulu roma kulitku, takutlah hatiku, gemetar segala tulang persendianku, dan berubah pucatlah warna kulitku.” Rasulullah menjawab “Tahukah engkau siapa yang datang ya, Fathimah?” “Tidak tahu, Ayah” “Itulah dia pemusnah segala kelezatan hidup, pemutus segala kesenangan, pencerai-berai persatuan, peroboh rumah tangga, dan penambah ramai penghuni kubur”
Mendengar itu, mengertilah putri Rasulullah itu siapa yang kini telah datang. Menangislah Fathimah dengan tangis yang keras menjadi-jadi. Rasulullah menghapus air mata putrinya itu dan berkata “Ya, Fathimah, janganlah menangis sebab engkaulah anggota keluargaku yang pertama akan menyusulku” mendengar ucapan ayahnya, Fathimah tersenyum kembali. Pada saat itu  kepala Rasulullah berada tergeletak dipangkuan Bunda Aisyah.
Rasulullah berkata pada Malaikat Maut yang menunggu diluar “Silakan engkau masuk ya malaikat maut” lalu masuklah Izrail sambil megucapkan salam, lalu dijawab oleh Rasulullah. Rasulullah bertanya “Ya malaikat maut, dimana tadi engkau tinggalkan Jibril?” “saya tingglkan dia dilangit dunia dan para malaikat senantiasa memuliakannya” “Bolehkah saya meminta Jibril untuk datang?” maka Jibril pun datang menyusul dan duduk dekat kepala Rasulullah “Ya Jibril, apakah engkau tahu bahwa perintah sudah dekat?” “Benar ya Rasulullah” angguk Jibril. “Gembirakanlah saya ya Jibril” maka dengan penuh keagungan pada Rasulullah, Jibril menghibur Rasulullah dengan berkata “Sesungguhya, pintu-pintu langit telah terbuka dan para Malaikat telah siap berbaris menunngu kedatangan roh engkau di langit. Pintu-pintu surga telah dibuka serta para bidadari telah berhias untuk menyongsong kedatangan rohmu” “Alhamdulillah. Namun sesungguhya bukan itu yang kutanyakan, melainkan bagaimana keadaan umatku pada Hari Kiamat nanti?”
Jibril tercenung. Inilah orang yang begitu mulia. Pada saat ajalnya telah menjelang, justru ia baru akan merasa senang jika mendengar kabar tenteng nasib umatnya nanti. Jibril menjawab “Aku beri engkau kabar gembira bahwa Allah telah berfirman ‘Sesungguhnya, Aku telah mengharamkan surga bagi semua nabi sebelum engkau memasukinya, juga pada ummat manusia sebelum umatmu memasukinya’ ” “Sekarang barulah senang hatiku dan hilang rusuhku. Ya Malaikat Maut, sekarang mendekatlah kepadaku” lalu Izrail mendekat dan melakukan pemeriksaan sejenak untuk menggenggam roh Rasulullah.lalu perlahan-lahan, Izrail menarik roh Rasulullah, setelah mencapai pusat, Rasulullah menoleh pada Jibril dan berkata “Ya Jibril, alangkah beratnya penderitaan maut itu. Allahumma ya Allah, tolonglah aku dalam sakaratul maut ini”. Lalu Jibril memalingkan wajah dari Rasulullah. Melihat itu Rasulullah bertanya “apakah engkau benci melihat wajahku?” “Wahai kekasih Allah, siapa kiranya gerangan yang sampai hati melihat wajahmu, sedang engkau sedang sakaratul maut?”
Rasulullah yang sedang berada dipangkuan bunda Aisyah. Bunda Aisyah menuturkan “Terasa olehku Rasulullah sudah memberat di pangkuanku. Kuperhatikan air mukanya. Ternyata, pandangan beliau mengarah ke atas seraya mengucapkan ’Wahai Handai Tertinggi dari surga’”
Anas bin Malik yang turut hadir mengatakan “Ketika roh Rasulullah telah sampai di dada, beliau masih dapat bersabda ‘Aku berpesan kepada kamu semua tentang shalat dan tentang hamba-hanba yang berada di bawah tanggung jawab kamu’ Dan pada penghujung napasnya yang terakhir, beliau menggerakan kedua bibirnya 2 kali, lalu aku medekatkan telingaku pada bibir beliau dan aku mendengarkan baik-baik, beliau barkata perlahan ‘Ummati! Ummati!’ (Umatku! Umatku!)”
Hari itu hari Senin tanggal 12 Rabiul Awal tahun kesebelas Hijriah pada kala matahari telah tergelincir di tengah hari, sementara wajah beliau dalam keadaan berseri-seri dan tersenyum. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun… meskipun Fathimah telah bersabar atas kematian ayahnya, dia tidak pernah tertawa setelah kematian beliau. Abu Ja’far juga mengatakan, “Aku tidak pernah melihat Fathimah tertawa setelah wafat Rasulullah”
Teman-Teman, ternyata Rasulullah sangat menyayangi kita, ketika ajal menjemputnya, Rasulullah masih sempat memanggil-manggil kita, selaku umatnya. Subhanallah… 
Sebuah syair berbunyi ,
Sekiranya dunia ini kekal untuk seseorang,
Sesungguhnya Rasulullah adalah penghuninya yang abadi.  

Sabtu, 10 Desember 2011

Pengalaman I'tikaf

                Tepat jam 9 malam, Lampu2 disekitar menyala2 heboh, orang2 disekitar juga sibuk mencari tempat duduk, banyak dari mereka berjinjit, mengacungkan dagu, kepala mereka menjulur kedepan, mencoba melihat sesosok orang yang terhalang kepala2 orang lain.. aku sendiri duduk bersila, di barisan kedua sambil berkutat dengan hand phone ditanganku.
                 Kalian bisa tebak aku dimana? Oh, bukan.. aku bukan ada di suatu konser akbar .. melainkan di masjid, (aku sedang I’tikaf disini selama seminggu) tepatnya masjid Habiburrahman, bertetangga dengan bandara Husen (bener ga sih nulisnya?), haha kalian bingung ya? Ada apa sih di mesjid itu? Kelihatannya-ada-suatu-yang-heboh …  cukup menghebohkan sih.. karena ada seorang-yang-ditunggu2 akan datang? Dia seorang.. S-y-e-k-h. Yeap! Dia Syekh dari Negara jajahan Israel si yahudi Zionis laknatullah, apa lagi kalau bukan Palestine.
                Akhirnya seorang yang dinanti2 itu datang, pembatas antara akhwat dan ikhwan dibuka…  Dia tidak bertengger di mimbar, tapi di tempat makmum dengan meja dan kursi kecil, ditemani seorang translater, yang bakal nerjemahin semua ceramahnya… Ah, ku ngga bisa melihatnya dengan jelas.. banyak yang menghalagi dan para pemotret yang mebuat mata silau , kulihat beliau tidak lebih besar dari ujung jariku hahahay itu karena saking jauhnya, menurut risetku (ceilehh) dia berusia sekitar 70-an kira2, ku perhatikan janggutnya yang memutih, kulitnya keriput, kulihat dikeningnya silau, silau oleh pantulan lampu2 gantung di masjid, dia memakai peci putih kecil , yang ukurannya pas dikepala rentannya…
                Dia mulai membuka mulutnya, memulai pembicaraan dengan  bahasa Arab tentunya.. kudengar aksen urdu nya yang sangat kental… membuatku tercengong ah-kuharap-aku-mengerti-dia-ngomong-apa. dan oh, sungguh penerjemah itu pahlawanku! (norak, deh!)
                Subhanallah nya, dia itu buta lho, oh.. bukan buta sejak lahir. Dia buta karena disiksa tentara Israel saat di penjara, dia sudah beberapa kali masuk-keluar penjara, tanpa alasan yang jelas tentunya.. tapi dengan butanya, tidak mengurangi keimanan dan ketakwaannya kepada Allah.
                Pertama yang dia ucapkan itu, s-e-l-a-m-a-t. Ya, selamat kepada kita.. yang sudah merayakan hari kemerdekaan akhir2 agustus ini, sementara.. dia bercerita.. ada kejadian mengerikan pada bulan Agustus pula di tahun2 sebelumnya, tepatnya di kota Quds (kalo ngga salah), kala itu tempat kiblat ummat muslim yang pertama dibakar.. Dan sampai sekarang kondisi mesjid itu kian mengenaskan, tahun2 terakhir ini Israel melakukan penggalian besar2an di al-aqsa, dan itu sampai sekarang! Dan ummat muslim yang sedikit itu berusaha menyelamatkan, bukan menyelamatkan sih.. lebih mendekat ke ‘menahan’.. kalian tau, semua jalur akses masuk ke Palestine itu ditutup oleh Amerika, jadi ngga bisa ada bantuan yang masuk kesitu.. jahat banget ya?
                 Oh suara syekh itu.. bukan seperti kakek2 renta usia lanjut yang bicaranya bergetar, beliau suaranya besar, berwibawa, menggelegar dan bersemangat.. Dia ternyata pembicara yang baik lho, aku perhatikan dia bisa mengoceh banyak dengan teratur, tegas dan cepat hanya dalam 1 tarikan napas. Wow aku-tidak-sadar-aku-sedang-mengamatinya.
                Wokay.. lanjut yaw.. terus dia bercerita tentang ekonomi disana.. kalian tahukan, terbayang kan? dengan potongan tubuh manusia berserakan dimana2 yang tiap harinya memakan korban berjatuhan. Tapi Rakyat disana sudah memulai menjadi mandiri, disini maksudnya sudah mulai membuat ladang, yaah walaupun kalian tau kan tanah disana tidak memadai tapi mereka ga patah semangat, terus ladang mereka tidak jarang dirusak Israel, katanya
                 Anyway, bener yah? Mukjizat Qur’an itu real.. kata beliau, sudah pasti bisa dipastikan penduduk Palestine itu T-A-H-F-I-Z Qur’an lho.. termasuk menteri, dan yang pemerintah lainnya… Bahkan anak kecil sekalipun. Di Negeri yang penuh kerisihan dan minim keamanan itu, tapi mereka bisa memasukan isi quran dalam otaknya. Noh, sementara aku disini? Hidup di Negara yang bisa dibilang nyaman dan aman tapi Masih sempat2nya bermalas2an dan berleha2, aduuuh Oh-Aku-Merasa-Hina-Dan-Merasa-Munafik … maluuuu, sumpah!
                Darisitu aku bengong kuadrat, melong membeku, tanpa kusadari seorang akhwat meminta sumbanganku untuk orang2 Palestine, akupun memasukan selembaran Imam Bondjol di kantung yang disediakannya… hari2 sebelumnya di Mesjid itu ada seorang bocah yang imut2 berusia 7 tahun sedang diwawancara MC, bukan.. dia bukan penemu fosil dinosaurus, dia bocah penghafal qur’an, muraja’ahnya sekarang sudah hampir 5 juz… oh-that-was-so-awesome! Saat dia melantunkan alqur’an, bacaan nya saaangat-ngat-ngat indah! Dia sangat menikmatinya, dia tidak terlihat kesusahan dalam mengingat setiap ayatnya . Dia terlihat seperti anak TK yang fasih dan bersemangat menyanyikan lagu saat baris sebelum masuk kelas


Lanjut ya! Aduuh.. sampai topiknya melenceng beginii ^^


                Syekh itupun bercerita tentang para pejuang Palestine. Oya, kalian tau kan bocah kecil yang biasa ada dalam foto2, yang sedang berdiri gagah bersiap mengambil ancang2 untuk melempar batu, sedangkan didepannya ada sebuah tank besar? Nah, itu adalah bocah yang sedang beliau bicarakansangat-harus-wajib-diteladani, keimanannya kepada Allah mengalahkan ketakutannya pada tank itu besar itu.. namanya siapa yaa? Oh tidak, aku lupa. Syekh itu.. dia mengenal bocah itu dan dia terlihat, terlihat sangat bangga, dia memang masih kecil.. tapi dia bukan bocah ingusan yang bersembunyi dibalik ibunya sambil menghisap jempol.. tapi dia layaknya seorang pria, layaknya seorang ayah yang pemberani…dia keluar rumah, tanpa ragu berbekal iman dan takut pada Allah.. Dan.. balasannya, dia mati syahid, Insyaallah..


          Juga seorang ibu rumah tangga beranak 5.. Dia tidak sinting, tapi juga dia ikut membela Negara, berjihad menentang penggalian al-aqsa. Ketiga anaknya mati syahid, 2 lainnya dipenjara (tanpa alasan yang jelas tentunya), 1 lagi bersamanya.. tapi si ibu itu berkata “anak2ku bukanlah yang paling penting sekarang, yang paling penting adalah, al-Aqsa, Quds, dan Palestine. Itulah yang harus diprioritaskan sekarang” yah.. ± seperti itu. Wow.. perempuan itu sangatlah tegar dan sabar, sangat-patut untuk dicontoh! . Ah! Lagi2 aku Merasa-Hina-Dan-Merasa-Munafik, sedangkan aku disini bisa tinggal dengan enak dan nyaman sementara saudara2 disana berjuang mati2an mempertahankan kota suci (Yerussalem) dari yahudi zionis!


          Oh come on what can I do ??? dari situ air mukaku berubah 180 derajat, galau, bingung dll. Aku mencoba membayangkan yang terjadi disana, dan oh-aku-tak-kuat… pilu rasanya. Apa aku cukup berdoa saja? Atau uang kecil yang tidak seberapa? Tentu kurang! Tapi aku masih bingung. Spontan aku diam membeku, memeluk lutut, menenggelamkan wajahku dilututku…


sentuhan bunda disampingku membangunkanku, oh sialan, aku ketiduran… tapi, kurasa aku hnya tertinggal 5 menit saja.


          Tapi sumpah-aku-ngga-lagi-mood untuk mendengarkan ceramah syekh itu gara2 membayangkan semua itu yang terus mengiang-ngiang lekat dikepalaku. aku mencondongkan kepalaku ke bunda, berusaha bersikap normal, tapi virus ngantuk yang ganas ini dengan giatnya menggoda mataku untuk tertutup, sudah beberapa kali aku menguap, sampai mengeluarkan air mata.. kulihat diantara jamaah ada yang mengira aku menangis karna ceramahnya, haha, aku merasa munafik.


          Ceramah disudahi dengan hamdalah (mungkin ini lebih ke c-u-r-h-a-t, haha), dan syekh itu terlihat sedang menghabisi air minumnya sambil sedikt mengobrol dengan translaternya, jarum jam menunjuk tepat ke angka 10, ah.. pegal rasanyaa, ingin sekali aku cepat2 tidur, pembatas antara akhwat dan ikhwan yang tingginya sedada itu, akhirnya ditutup. Malam ini sungguh oh-aku-tak-bisa-menjelaskannya. Akupun berdiri dengan lemas.. kulihat kedepan, dan… syekh itu.. sudah tidak terlihat.


          Aku sudah bersiap tidur, dengan posisi yang sudah nyaman, dan saat sangat-hampir-menutup-mata aku dikejutkan oleh seorang native speaker yang mengumumkan bahwa penggalangan dana yang dilakukan selama ceramah itu sampai 12 juta rupiah !! oh wow! Itu-samasekali-bukan-jumlah-yang-kecil ! Alhamdulillah yaah! Ahehe ^^




Jazakallah udah mau baca^^

Jumat, 02 Desember 2011

Perang, Air Mata Dan Sebuah Pengorbanan


Suatu pagi yang cerah dibawah langit kota Kabul, Afghanistan… Alyona semangat sekali menjalani harinya hari ini, remaja 15 tahun itu sedang buru-buru menyisir rambut pirangnya, sementara ayahnya memanggilnya dari bawah agar mempercepat aktivitasnya karena takut telat.
“Sebentar, ayah!”
Sahut Alyona dari jendela atas kamarnya kebawah, dia mendapati ayahnya sedang menunggunya, memakai kacamata dan jas, menenteng briefcase nya, bersama sepeda ontel, yang memiliki jok belakang untuk membonceng.
Alyona melihat bayangannya sendiri di cermin, rambut pirangnya, tulang pipinya yang tinggi, kulitnya yang putih bersih, hidungnya yang mancung, matanya yang hijau, ketika dia tersenyum tersembul lesung pipinya, juga bibirnya yang semerah ranum, semua itu masih diwarisinya dari nenek, ibu, lalu pada dirinya.. Setelah menyalami ibunya lalu mereka berangkat.
“Selamat pagi”
Sahut Alyona pada pak Amir, tukang sepatu dia adalah seorang Tajik, pada Bu Mariam penjual roti dan dia adalah seorang Hazara, dan pak Tariq, sahabat keluarga, seorang Pasthun sama dengannya. Kota dan orang-orang disini sangat bersahabat walaupun dengan suku etnis yang berbeda dan mereka semua hidup dengan rukun. Tempat kelahiran juga tempat tinggal ini telah merekam segala keindahan hidupnya. Dia sangat menikmatinya.
J
“Nominasi murid teladan kali ini, Zahira Rasheeda, Wow!”
 Alyona sedang membaca madding, dikagetkannya dengan seorang yang begitu dia kenal, wajahnya memang sangat tidak asing baginya, Zahira, pemenang nominasi murid teladan kali ini .. Dia adalah Sahabatnya dari kecil, dia memang baik dan menyenangkan, dia sangat pandai dalam matematika dan fisika, dengan senang hati dia membantu Alyona dalam memahami rumus yang double sulit, super ribet, mega rumit itu, lebih baik menulis al-Qur’an deh, daripada harus menjilati rumus seperti itu pikir Alyona.
Sudah lama mereka memimpikan sesuatu yang begitu besar, sesuatu yang hidup, mereka sudah meluapkan sejuta ide-ide cemerlangnya untuk itu, yaitu membangun panti asuhan untuk anak2 terlantar akibat peperangan di luar negeri, ditinggal mati oleh sanak saudaranya, anak2 yatim piatu yang butuh perhatian, mereka disana akan mengajari mereka cara shalat yang benar, mengajari mereka mengaji, mereka akan menceritakan kisah para Nabi dan Rasul sebagai pengantar tidur mereka. Zahiralah yang nanti mengajarkan berbagai pelajaran, dan Alyona yang akan mengajarkan bagaimana berbicara yang baik sekaligus menjadi seorang pendongeng, mereka benar-benar sangat antusias, menolong mereka tanpa imbalan adalah sesuatu yang indah, niat yang begitu mulia itu sudah mereka rencanakan, bahkan mereka sudah membagi-tugas.

6 bulan kemudian (February, 1980)
-----Terjadi perang antara Soviet –  Afghanistan. Dimana Uni Soviet berusaha mempertahankan pemerintahan Marxis Afghanistan, yaitu Partai Demokrasi Rakyat Afghanistan, menghadapi pasukan Mujahidin Afghanistan yang ingin menggulingkan pemerintahan, bersama Ahmad Shah Mas’ud, Panglima Perang dari Jamiat Islami juga melawan Soviet-----
J
            Memeluk lutut, menenggelamkan wajah dilututnya, menggeram, mengerang, sebisa mungkin dia menyumbat telinganya dengan kedua telapak tangannya, duduk bersembunyi  dibalik balutan selimutnya, tapi semua usahanya itu sia-sia, pada malam itu suara itu masih saja terdengar, menggelegar, suara bom dimana2, dia bisa melihat sinar ledakan dari jendela kamarnya, layaknya kembang api tahun baru, namun kali ini diwarnai dengan kengerian dan pertumpahan darah secara massal. Dia berkaca, dia melihat dirinya sangat berantakan, rambut kusut bersemburat kelabu lengkap dengan wajah seperti orang sakit, lebih mirip seperti mayat hidup. Dalam perang ini, Alyona selalu mendo’akan kakakknya, Ahmad, yang ikut berjihad bersama Mujahidin menggulingkan pemerintahan yang sedang dipegang dan dikuasai Soviet, saat berdoa air matanya bercucuran mengalir melintasi pipinya, lalu menitik di mukenanya, di tangannya yang sedang menengadah.
Kabul kali ini bukan lagi kota yang dia kenal selama ini, melainkan kota asing, bukan lagi tempat bermain, melainkan medan perang yang menakutkan, bukan lagi kota yang aman dan damai, tapi kota yang penuh dengan ketakutan dan rintihan, tak jarang rumah disekitar daerahnya terkena hantaman bom yang salah sasaran itu, hampir seharian dia mengurung diri di kamar, tak banyak yang dia lakukan, sebagian besar yang dia lakukan hanyalah termenung, melamun, ingin sekali rasanya dia membebaskan dirinya dari ‘neraka’ dunia ini.. dari suara hantaman bom, dari suara peluru dari senapan Kalashnikov, dan suara reruntuhan bangunan yang lebih mirip suara petir baginya, sangat memekikan telinga, tentu saja dia tak bisa beradaptasi dengan situasi seperti ini, sebuah keputusan yang tak bisa disetujuinya, tapi tentu saja dia tak bisa menyalahkan alam, semua peperangan ini, demi mempertahankan Negaranya sendiri ini, telah merenggut kebahagiaan dari dirinya sendiri, menghiasi masa remajanya dengan perang dan senjata, terasa begitu pahit.
Tak jarang dia menemukan potongan tubuh di jalan, atap, dll. Dia juga pernah mendapati tangan buntung yang terlontar ke jendela kamarnya sebelum akhirnya dibersihkan ayahnya, seketika itu dia berteriak bukan main, merinding, bulu kuduknya berdiri tegak, itu semua membuatnya jijik dengan urat-urat tangan yang putus, kain yang dilumuri darah, daging yang sobek dan tulang yang patah dan runcing tajam tak rata, juga cincin perak yang bertuliskan ‘I love you’ yang tersemat di jari manisnya, sesuatu itu membuatnya seperti ada sesuatu dalam perutnya yang membuatnya ingin muntah.
Dia juga belum berani keluar rumah semenjak ayahnya mengeluarkannya dari sekolah sebulan bulan yang lalu, memang ini keputusan terbaik walau pahit, dibanding harus mempertaruhkan nyawa keluar dari rumah, biasanya yang keluar rumah hanya pada saat darurat, tak pernah mereka sekeluarga sengaja berdiam diri diluar, dan akhirnya yang mengajarinya belajar adalah ayahnya sendiri, setiap malam Alyona datang membawa buku ke kamar orang tuanya, dan ayahnya mengajarinya dengan sangat baik, ditemani dengan gemuruh suara bom dan senapan yang mengisi hampir seluruh hari-harinya. Keluar rumah memang mengundang segala kengerian, seperti keluar dari kandang yang aman, dan memasuki alam liar yang membahayakan, memang sangat mengerikan, bahkan sampai sekarang dia belum menemui Zahira. Alyona jadi teringat kata sahabatnya itu.
“Hey, Alyona. Suatu saat ketika aku telah mempunyai anak empat atau lima, dipagi hari aku akan memungut Koran di jalan, dan aku akan mendapati wajahmu terpampang dihalaman pertama, disana dikatakan bahwa kau telah membuat perubahan besar di negeri ini”
Ah, bagaimana bisa? Ayahku bahkan sudah memecatku dari jabatanku sebagai siswi, sepertinya kau terlalu bermimpi, Zahira. Hhh.. Dimana kau sekarang Zahira? Tak terbayangkah olehmu disini aku merindukanmu? Aku benci semua ini, segala kerusuhan dan semua peperangan ini, aku sangat mengutuknya! Ini semua! Aku tak tahan, ini semua merenggut kebahagiaanku bersamamu, Zahira. Jangan katakan kalau aku takkan melihatmu lagi, walaupun keadaannya berbahaya setiap waktu, aku pasti bisa menemuimu, Zahira. Harus pasti! Bukankah kita punya sebuah mimpi yang tak lama lagi akan terwujud? Kita akan melakukan itu semua setelah aku menemuimu, Zahira. Mengingat dalam peperangan di Negeri kita ini begitu banyak tangisan, begitu banyak rintihan anak2 kecil mengemis belas kasihan, aku tak kuasa melihatnya, dengan luka disekujur tubuh mereka. Zahira, aku tau mimpi ini begitu nyata dan aku tahu kita bisa mewujudkannya. Makanya, aku yakin Allah memberikan izinnya kepadaku untuk menemuimu.
J
“Mami, kita harus pergi dari sini”
Kata Alyona, membuka topic usai makan malam di rumah itu, mereka hanya berdua saja, Ayahnya tidak bergabung dengan mereka, dia sedang dikamar, dia masih sibuk memikirkan bagaimana nasib dan keselamatan keluarganya nanti.
“Jangan bodoh Alyona ku, kemana lagi kita bisa pergi?”
“Kita bisa ke tempat yang lebih aman, misalnya Pakistan, atau yang lain!”
“Satu satunya tempat teraman adalah di rumah!”
“Rumah? Tidakkah Mami lihat rumah tetangga kita ada yang hancur menjadi debu?! Itukah yang Mami sebut ‘aman?’ ”
Mata Alyona mulai berkaca-kaca, menatap ibunya lekat-lekat, membuatnya semakin tak yakin dapat bertemu Zahira karena jawaban ibunya yang menentang kemauan Alyona
“Diluar sana sangat berbahaya… Memangnya siapa yang ingin kau temui diluar sana? Para tentara dan para pemberontak?”
“Zahira Mamii.. aku sudah tak berjumpa dengannya dalam kurun waktu yang lama..”
“Mami mengerti, tapi itu adalah hal yang sangat bodoh, membiarkan dirimu keluar rumah dan itu tak menjamin kau dapat bertemu dengannya! Bisakah kau menunggu?”
“Menunggu? Menunggu perang ini usai menurut Mami? Yang benar saja, perang ini bisa berlangsung bertahun tahun!”
Alyona bisa merasakan air mata mengaliri pipinya, matanya sembab dan ada sesuatu yang membuat tenggorokannnya sakit, membuatnya sulit bicara, dengan segera Alyona berlari menaiki tangga, membanting pintu, kunci diputar lalu membanting tubuhnya di atas kasur, terisak. Alyona menangis dalam shalatnya, berdoa untuk kakaknya dan agar ada jalan supaya dapat bertemu Zahira.
            Tak lama kedua orangtuanya memasuki kamarnya, nampaknya ayahnya telah mengetahui pertempuran antara Alyona dan ibunya di ruang makan. Mereka bicara dengan baik-baik, ibunya sebenarnya tahu kalau Zahira sedang di rumah sakit, ada sedikit luka pada tubuhnya tertiban serpihan bangunan yang rubuh, Alyona terisak mendengarnya. Akhirnya, dengan kemampuan Alyona beragumentasi dengan baik, ibunya mengizinkannya pergi, dengan syarat pergi bersama paman, ibunya mempercayakan keselamatan nyawa putrinya itu  pada pamannya, ayahnya mendapat informasi bahwa adiknya besok akan pindah dan melewati rumah sakit tersebut, jadi Alyona bisa menumpanginya, lagi pula pamannya tahu jalur yang aman untuk dilewati, jadi tak usah khawatir. Saat itu Alyona senang bukan main, dia teriak sekencang-kencangnya, mengecup pipi kedua orangtuanya. Diam-diam ibunya merasa akan kehilangan putri bungsunya itu.
“Aku akan menemuimu, Zahira”
Katanya sebelum dia menutup mata. Entahlah, malam ini perasaannya begitu tenang, rileks, tak ada keraguan dalam hatinya, yang ada hanyalah niat yang kuat dan tekad yang bulat untuk menolong anak2 itu dan untuk bertemu sahabat tersayangnya. Setelah itu barulah dia tidur dengan nyenyak, selama peperangan ini berlangsung baru kali ini dia bisa tidur dengan lelapnya.
J
“Aku berangkat”
Kata Alyona pada ayah dan ibunya, setelah pamannya bersama mobil Toyota Corolla hitam tuanya keluaran tahun 70-an itu terparkir di halaman rumahnya. Suara luncuran roket-roket mulai terdengar, kemudian suara ledakan besar, disusul asap hitam yang menggumpal mengotori langit Kabul yang sudah kotor. Barang bawaan sudah lengkap, saatnya untuk pergi.
“Kau janji pulang dengan selamat ya, nak” kata ibunya
“Aku janji, Mami” jawab Alyona sambil mengecup pipi ibunya
“Ayah, aku berangkat” giliran Alyona mengecup tangan ayahnya
“Ingat, kau harus berhati-hati” Pesan ayahnya
“Aku janji”
Setelah perpisahan, Alyona pergi bersama pamannya, pamannya bercerita tentang niatnya ke Pakistan untuk menyusul anak dan isterinya disana, dia juga menanyakan tujuan Alyona ke Rumah Sakit dan untuk bertemu siapa, perjalanan mereka memakan waktu 8 jam, Alyona melakukan shalat dalam mobil, lalu Alyona tertidur dia bermimpi dia bertemu bidadari di suatu tempat yang sangat indah, dia terbangun.  Akhirnya mereka sampai di rumah sakit pukul empat sore.
Setelah berpamitan dengan pamannya dan mengucapkan sejuta terima kasih, Alyona dengan ranselnya harus menyebrangi jalan untuk menggapai rumah sakit itu. Jalan itu sepi, terlihat sebuah mobil yang sudah hangus terbakar, jalanan yang retak, lampu-lampu jalan rusak, di pohon pun yang tersisa hanyalah batangnya. Dia menarik nafas dan mulai melangkahkan kakinya diawali dengan bismillah.. yah, dia berhasil sejauh ini, tinggal 10 meter lagi sampai di rumah sakit.
Namun langkahnya tiba-tiba terhenti, padahal sebentar lagi dia sampai, pandangannya tajam lurus kedepan, tak menyangka siapa sosok yang terlihat, setengah tak bernafas dia mencoba mengeja nama itu “I.. Itukah?? Za… Zah.. Zahira?”. Tebakannya benar, itu Zahira, berada di teras rumah sakit, sendirian, diatas kursi roda, tangannya di gips, tangan lainnya melambai-lambai pada Alyona, wajahnya sangatlah senang, dari kejauhan terlihat Zahira menangis terharu. Begitu juga Alyona.
Tiba-tiba ada satu roket jatuh dari langit, menimpa Alyona yang masih berdiam diri di tengah jalan, melamun. Zahira yang begitu kagetnya langsung mengayuh kursi rodanya dengan sebelah tangan, sambil berteriak “Tolong!” Orang2 dalam rumah sakit pun berlarian keluar.
Kejadian yang sungguh tiba-tiba, Alyona terlontar, tubuhnya kini bersimbah darah dan menjadi beberapa bagian, tubuhnya telah terhempas ke jalan dan terbakar, kakinya putus, terlempar ke teras rumah sakit, kaki yang masih terbalut kaus kaki dan sepatu hitam kesayangannya. Mayat Alyona kini berada di tengah-tengah kobaran api, Zahira tak kuasa melihatnya, tangisnya meledak, ini masih sesuatu yang mustahil bagi Zahira. Dia menatap wajah Alyona, matanya masih terbuka seolah sedang menatapnya, Dan Zahira masih melihat air mata di pipi Alyona, yang dahulu dialah yang selalu menghapusnya dengan jempol kala Alyona sedang sedih.
L
Keesokan harinya, di rumah Alyona
Zahira hanya bisa termenung di depan mayat sahabatnya itu, terisak di rumah Alyona sambil memeluk foto Alyona yang sedang tersenyum manis berseragam hijau, namun sekarang mayatnya sudah ditaruh di sebuah balok kayu putih berukiran bunga melati, itu karena tubuhnya sudah terpisah, sementara ibunya menangis histeris, sedang ditenangkan oleh ayahnya dan para tetangga yang masih selamat.
Zahira terlihat telah kehilangan sesuatu yang amat sangat berharga baginya melebihi emas dan permata, Alyona, dulu yang membiarkan Zahira mengepang rambutnya, dulunya Alyonalah yang mengolesi cat kuku di jari2 Zahira, Alyona yang dulu sering kalah beradu fisika dengannya, yang nantinya akan membangun sebuah mimpi membangun panti asuhan, harus pergi. Alyona yang tidak bisa memenuhi janji ibunya untuk pulang selamat, Alyona yang tidak bisa melihat kakaknya pulang membawakan hadiah kemerdekaan, Alyona tidak diberi kesempatan untuk hidup lebih lama lagi, dan itu takdir, tak ada satu orang pun yang bisa mengubah kehendak-Nya.
“Alyona, kau tidak mati sia-sia, kau mati bersama niat yang begitu mulia, aku merasakannya. Kau akan melihat negri kita ini merdeka, dan aku akan membangun panti asuhan sepeti katamu. Kau akan melihatnya... Melalui mataku” Tutur Zahira dalam hati.

The End.
Oleh : Dini Zahara